GANGGUAN MENTAL MENJADI PALING MENGKHAWATIRKAN DUNIA!

Kecerdasan Hati

Serial Kecerdasan Hati

GANGGUAN MENTAL MENJADI PALING MENGKHAWATIRKAN DI DUNIA!

Ubaydillah Anwar | Heart Intelligence & Soft Skills Specialist | www. kecerdasanhati.com

Survei internasional mengungkap, gangguan mental menjadi masalah nomor 1 dari 14 masalah yang paling dikhawatirkan manusia. Angka indikatifnya sampai 44%. Masalah lain menyusul, seperti obesitas (25%), narkoba (22%), dan merokok (12%). Survei Ipsos ini melibatkan 23.274 responden dewasa yang tersebar di 31 negara pada periode 21 Juli-4 Agustus 2023.

Di Indonesia, respondennya berasal dari kelompok usia 21-74 tahun. Kapankah seseorang disebut mengalami gangguan mental? Terlepas dari skalanya, pemahaman mengenai gangguan mental dapat dipahami dari penjelasan WHO mengenai kesehatan mental.

Tahun 2016, WHO menjelaskan bahwa seseorang disebut memiliki mental yang sehat (mental health) apabia ia dapat menggunakan kemampuannya, dapat menyelesaikan tuntutan hidup yang normal, dapat bekerja secara produktif, dan dapat berkontribusi positif pada lingkungan.

Begitu seseorang kerap menjadi problem bagi lingkungan/orang terdekat, tidak bisa menggunakan kemampuannya untuk tujuan hidupnya, tidak bisa menyelesaikan masalahnya menurut normalnya, atau tidak produktif dalam menggunakan waktunya, berarti itu tanda-tanda ada gangguan mental.

Sumber paling mendasar dari gangguan mental adalah ketika seseorang terbiasa menggunakan respon yang merusak (destruktif response) terhadap apa yang terjadi di luar dirinya dan di dalam dirnya. Misalnya, selalu menempatkan problem sebagai alasan untuk meledakkan amarah, kekecewaan, kehampaan, dan seterusnya. Ini sangat mempercepat datangnya gangguan mental.

Karena itu, kita diajari untuk berikhtiyar (memilih respon yang baik) dalam menghadapi masalah atau tuntutan. Misalnya, kreatif, belajar skill baru, atau usaha lain. Selain itu, kita juga diajari untuk cepat-cepat memaafkan (mengeluarkan benda yang sangat membebani jiwa) tanpa menunggu orang lain atau dunia ini meminta maaf.

Hati yang cerdas menjadi kunci karena meskipun seseorang sudah tahu bedanya respon yang konstruktif dan respon yang destruktif, tetapi dalam praktiknya belum dijamin pengetahuan itu bekerja. Dibutuhkan kekuatan regulasi diri (self regulation) dan ini kuncinya pada kecerdasan hati.

Semoga bermanfaat . . .