KEBAIKAN YANG MEMBUAHKAN KEBURUKAN DAN KERUGIAN

Serial Kecerdasan Hati

Serial Kecerdasan Hati

KEBAIKAN YANG MEMBUAHKAN KEBURUKAN DAN KERUGIAN

Ubaydillah Anwar | Heart Intelligence & Soft Skills Specialist

Ternyata, tidak semua kebaikan akan membuahkan Kebaikan. Ada kebaikan yang malah membuahkan keburukan, dan bahkan kerugian di akhirat. Hanya kebaikan yang dibarengi ketakwaan yang dapat menghasilkan kebaikan yang optimal. “Sesungguhnya Allah hanya menerima dari orang yang bertakwa.” (QS. Al-Ma’idah: 27).

Kebaikan yang dijadikan sebagi modus kelicikan adalah kebaikan yang menghasilkan keburukan. Katakanlah untuk memanipulasi atau mengeruk kepentingan pribadi. Misalnya, berkedok untuk membangun yayasan. Dan janganlah engkau memberi (dengan maksud) memperoleh yang lebih banyak.” (QS. Al-Muadatsir: 6).

Kebaikan yang diberikan dengan cara yang menyakitkan hati adalah kebaikan yang terlarang karena memang itu buruk.  “Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang diiringi tindakan yang menyakiti. Allah Mahakaya, Maha Penyantun.” (QS. Al-Baqoroh: 263)

Kebaikan yang melebihi batas yang tepat (Isrof) juga akan menghasilkan keburukan. Mengoreksi kesalahan bagi guru kepada muridnya atau bagi atasan kepada bawahan itu baik. Tapi kalau bobot dan jumlahnya melebihi batas yang tepat, dapat menghasilkan keburukan. Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebihan (dalam) urusan kami . . . “ (QS. Ali Imran: 147).

Kebaikan yang diberikan di tempat atau kontek yang tidak tepat juga berpotensi menghasilkan keburukan. Nasihat yang diberikan di tempat yang sepi dan disampaikan dengan hati-hati, akan seperti salju yang turun dari gunung ke bumi. Maksudnya, akan masuk ke hati. Tapi jika disampaikan di depan umum, nasihat itu sering dipahami sebagai penghinaan atau upaya untuk mempermalukan. Demikian Imam Syafi’i mengingatkan.

Kebaikan yang dilakukan tanpa manajemen dapat menimbulkan keburukan, misalnya tidak efektif dan tidak efisien. Katakanlah, membangun masjid di lokasi yang jumlah masjidnya sudah banyak. Atau memberikan donasi sekolah gratis tapi sasarannya tidak tepat sehingga menimbulkan jurang miskin-kaya semakin lebar. Di sinilah pentingnya figh prioritas yang pernah digagas oleh ulama besar asal Mesir, Yusuf Qordawi.

Kebaikan yang tidak ada “Allah-nya” sama sekali dalam niat termasuk kebaikan yang akan menghasilkan kerugian. Balasan dari kebaikan itu hanya di dunia yang pendek, padahal manusia akan hidup di akhirat selamanya.

Al-Quran mengingatkan, “Katakanlah, maukah kalian kuberi tahu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Mereka adalah orang-orang yang sesat usahanya di dunia sedangkan mereka menyangka telah berbuat sebaik-baiknya.” (Al-Kahfi 103-104).

Bagaimana kalau kita memberikan kebaikan kepada orang atau lembaga yang malah diselewengkan, seperti yang banyak terjadi di kita? Kebaikan yang kita berikan dengan niat dan cara yang baik memang tetaplah kebaikan. Tapi untuk menghasilkan kebaikan yang lebih optimal, sunnahnya tetap perlu mempertimbangkan potensi penggunaan dan penyelewengan. Sisanya kita pasrahkan.

Sebagai renungkan, barangkali inilah hikmah kenapa seruan yang paling masif di agama untuk kebaikan adalah memberikan makan, memberikan barang/fasilitas yang bisa digunakan atau menolong dengan tangan (fisik, keahlian, atau kekuasaan), bukan cash. Sekalipun memang tidak ada larangan juga bantuan dalam bentuk cash itu.

Semoga bermanfaat.